-->

Limbah Medis Tercecer, Penyakit Siap Menyebar

SEJUMLAH rumah sakit (RS) yang beroperasi di Kota Cirebon tidak memiliki insenerator (semacam tungku pembakar) untuk membakar limbah medis padat yang bersifat infeksius. Padahal kita tahu jutaan kuman penyakit dari limbah medis ini setiap saat siap mengancam manusia yanga ada lingkungan rumah sakit tersebut.
========

Yuk.., update informasi seputar dunia sanitasi dan kesehatan lingkungan di website SANITASI INDONESIA di link ini 👉 www.insanitarian.com

Perlunya Membangun TPSA yang Sanitair:
Suatu program pengelolaan sampah belum bisa dikatakan berhasil keseluruhannya dengan baik, tanpa menyelesaikan hingga tahap disposalnya (pembungan akhir) dengan baik.
https://insanitarian.com/2019/08/04/perlunya-membangun-tpsa-yang-sanitair/

Menjaga Perut:
Barangsiapa makan secara berlebihan akan menyebabkan banyak tidurnya. Dan barangsiapa banyak tidur, maka banyak pula kebaikan dan kebajikan yang terlewatkan olehnya.
https://insanitarian.com/2019/08/17/menjaga-perut/

Ekologi Manusia:
Pesan saya jangan lupakan keberadaan ilmu ekologi manusia ini.
https://insanitarian.com/2019/08/25/ekologi-manusia/

Agroperhutanan Menjanjikan Kerimbunan Vegetasi:
Kalau kita berpikir bijaksana, keberadaan sistem agroperhutanan tradisional itu dapat beradaptasi terhadap perubahan biofisik dan sosial-ekonomi masyarakat.
https://insanitarian.com/2022/01/01/agroperhutanan-menjanjikan-kerimbunan-vegetasi/

Aspek Teknis Dalam Penyehatan Rumah:
Untuk menggapai kondisi rumah yang memenuhi kebutuhan, tentu kita harus memperhatikan aspek-aspek teknis yang berhubungan langsung dengan usaha penyehatan rumah berikut ini.
https://insanitarian.com/2022/01/02/aspek-teknis-dalam-penyehatan-rumah/

Bagaimana Mendaur Ulang Sampah?
Sebagian besar sampah modern memang tidak bisa membusuk namun tetap utuh sampai bertahun-tahun lamanya. Sehingga dengan mendaur ulang berarti kita bisa mengurangi sampah yang dibuang.
https://insanitarian.com/2022/01/03/bagaimana-mendaur-ulang-sampah/

Minimisasi Limbah Bikin Rumah Sakit Cerah:
Para pengelola RS sudah selayaknya menerapkan program minimisasi limbah untuk mengamankan RS dari terjadinya pencemaran dan penularan aneka kuman penyakit dari limbah yang dihasilkannya.
https://insanitarian.com/2022/01/20/minimisasi-limbah-bikin-rumah-sakit-cerah/

Manusia dan Lingkungan, Kunci Atasi Masalah Kesehatan Lingkungan:
Manusia dan lingkungan. Inilah dua kata yang saling berhubungan. Dari aktivitas keduanya, permasalahan kesehatan lingkungan muncul silih berganti dalam hidup masyarakat Indonesia. Begitu pun sebaliknya, kalau kita analisis dari aktivitas manusia dan lingkungan itu merupakan dua hal yang sangat menentukan dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan.
https://insanitarian.com/2022/01/21/manusia-dan-lingkungan-kunci-atasi-masalah-kesehatan-lingkungan/

Vaksin, Komunikasi, dan Risiko Kesehatan:
Perlu pengembangan sistem pemantauan komunikasi untuk mendeteksi kebutuhan informasi/berita maupun informasi tentang rumor atau hoaks; merencanakan manajemen rumor, termasuk media sosial; serta mengembangkan kapasitas dan sumber daya untuk melawan hoaks.
https://insanitarian.com/2022/01/22/vaksin-komunikasi-dan-risiko-kesehatan/

Elemen Fungsional Sistem Pengelolaan Sampah:
Pada awal kehidupan manusia, sampah belum menjadi masalah, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin hari keberadaan sampah menjadi masalah yang perlu ditangani secara serius.
https://insanitarian.com/2022/01/23/elemen-fungsional-sistem-pengelolaan-sampah/

Manajemen Pengendalian Pencemaran Udara Ruangan:
Tercetusnya kondisi pencemaran udara di ruangan seperti di atas, jelas-jelas akan berpengaruh bagi kesehatan manusia yang ada di ruangan tersebut. Pengaruh tersebut terutama berupa penularan penyakit bersifat airborne diseases (penyakit yang ditularkan melalui udara). Pencemaran udara ini akan berpengaruh terhadap angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) dari berbagai jenis penyakit.
https://insanitarian.com/2022/01/24/manajemen-pengendalian-pencemaran-udara-ruangan/

Untuk Update artikel terbaru langsung kunjungi website SANITASI INDONESIA di link ini 👉 www.insanitarian.com
Salam
Arda Dinata

======={{===

Mendengar dan membaca berita tersebut, penulis merasa prihatin. Seperti diberitakan HU ”Pikiran Rakyat” (14/03/06) bahwa dari 11 RS daerah dan swasta di Kota Cirebon, hanya tiga RS yang memiliki insenerator, yakni RSUD Gunung Jati, RS Pelabuhan, dan RS Budi Luhur. Sedangkan RS yang lainnya belum memiliki fasilitas insenerator dan beberapa RS yang tidak memiliki insenerator, mengirimkan limbah infeksiusnya ke RSUD GJ.

Namun, yang memprihatinkan kita adalah sudah beberapa waktu ini insenerator milik RSUD GJ rusak. Akhirnya pihak RSUD GJ membuang limbah infeksiusnya ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang ada di sekitar areal rumah sakit (PR, 04/03/06).

Kondisi demikian tentu kalau tidak segera ditangani dan berlarut-larut akan membahayakan kesehatan manusia yang ada di lingkungan RS tersebut. Sebab, kita tahu limbah medis, injeksi yang infeksius ini mengandung virus atau bakteri patogen yang sangat berpotensi untuk menyebarkan penyakit. Untuk itu, sebenarnya dalam dunia perumahsakitan, jauh-jauh hari aturn pengelolaan limbah medis ini telah diatur oleh pemerintah. Menurut beberapa aturan yang ada saat ini, disebutkan kalau limbah medis ini termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), yang tentunya harus dikelola secara khusus.

Jadi, pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar limbah medis tidak tercecer, sehingga kuman penyakit yang ada didalamnya tidak menyebar?

Jenis Limbah RS

Kegiatan RS yang sangat kompleks, tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga memiliki dampak negatif akibat limbah yang dihasilkan tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.
Limbah yang dihasilkan RS dapat berupa virus dan kuman yang berasal dari laboratorium virologi dan mikrobiologi yang sampai sekarang belum ada alat penangkalnya. Pokoknya, limbah RS bisa mengandung aneka mikroorganisme tergantung pada jenis RS, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang ke lingkungan bebas.

Secara spesifik, limbah cair RS dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lainnya. Sementara itu, limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dll. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk.

Lebih jauh, bila dilihat dari sumber penghasil limbah di RS, maka jenis limbah RS dibedakan menjadi: Pertama, limbah dapur. Limbah ini beupa sisa-sisa makanan dan air kotor dari aktivitas di dapur rumah sakit. Berbagai serangga seperti kecoa, lalat dan tikus merupakan hewan yang dapat mengganggu bagi petugas maupun pasien di RS, jika limbah dapur ini tidak dikelola dengan baik. 

Kedua, limbah klinik. Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.

Ketiga, limbah bukan klinik. Limbah ini merupakan limbah yang dihasilkan diluar kegiatan yang berhubungan langsung dengan klinik di RS. Contohnya, kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan.

Keempat, limbah patologi. Limbah ini memiliki resiko tinggi terhadap penyebaran kuman dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Untuk itu, perlakuan terhadap limbah patologi ini harus diberi label biohazard.
Kelima, limbah radioaktif. Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di RS, tapi keberadaannya dapat memberikan radiasi ke lingkungan sekitarnya sehingga pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

Menghalau Kuman Penyakit

Melihat begitu besarnya peluang penyebaran penyakit yang bersumber dari kondisi pengelolan limbah medis yang tidak baik, maka jalan satu-satunya untuk menghalau menyebarnya kuman penyakit tersebut adalah dengan menerapkan usaha sanitasi RS (baca: tulisan terkait Sanitasi Menyehatkan RS).

Salah satu upaya dari usaha sanitasi RS itu berupa pengelolaan limbah RS. Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.

Terkait dengan pengelolaan limbah ini, kita juga harus mengakui bahwa teknologi pengolahan limbah medis yang ada sekarang (tangki septik dan insinerator), terbukti masih memiliki nilai negatif. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut tercermari zat medis. Sementara itu, insinerator yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS (USEPA) menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun.

Mengikuti perkembangan teknologi pengolah limbah saat ini, pihak RS kiranya bisa mencoba dengan metode ozonisasi. Metode ini merupakan salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan USEPA pada tahun 1999. apalagi kita tahu, limbah cair yang dihasilkan RS umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar RS tersebut. Sehingga tidak bisa cukup hanya diurai dengan aerasi atau activated sludge. Sebab, bahan-bahan itu mengandung logam berat dan infektius, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum dibuang ke lingkungan bebas.

Akhirnya, dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak RS tidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas. Terlepas dari itu semua, yang jelas biar limbah medis tidak tercecer dan menyebarkan kuman penyakit, maka kuncinya pihak RS harus melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkan secara benar.***

Arda Dinata,
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.

Berminat Order Sekarang:

Chat WhatsApp Kirim SMS

Silahkan Bagikan Info Ini Sekarang!

Komentar (0)

Posting Komentar

Jangan Lupa Tulis Komentar Anda dan Usulan Tema Artikel Yang Anda Inginkan di Kolom Komentar di Bawah Ini Ya! 👇

Postingan Populer

 

Klik Menu Profesi Sanitarian:
  

  

  

  

 

WWW.ARDADINATA.COM