Baca Juga
"Kesehatan itu seperti password - kita baru sadar pentingnya setelah kehilangan. Bedanya, password bisa direset, kesehatan kadang nggak bisa." (Sumber foto: Arda Dinata).
Oleh: Arda Dinata
REFERENSI - Nyeker di pasar bukan cuma soal kotor, tapi bisa kena leptospirosis! Kenali bahaya tersembunyi, gejala mirip flu yang mematikan, dan cara mencegahnya dengan tips praktis yang mudah diterapkan.
Hashtag: #LeptospirosisAwareness #KesehatanMasyarakat #PrevensiPenyakit #KesehatanIndonesia
"Kadang yang paling berbahaya itu bukan harimau di hutan, tapi bakteri di genangan air pasar yang nggak keliatan mata."
Ada cerita tentang seorang pedagang sayur bernama Bu Sari yang setiap hari nyeker di pasar tradisional. Sudah puluhan tahun begitu, dan dia merasa tidak apa-apa. Suatu hari, setelah musim hujan yang cukup panjang, Bu Sari mulai merasa demam tinggi disertai nyeri otot yang luar biasa. Awalnya dikira masuk angin biasa, tapi kondisinya malah memburuk. Mata mulai menguning, badan lemas seperti habis diinjak gajah. Setelah dibawa ke puskesmas, ternyata Bu Sari positif leptospirosis.
Cerita Bu Sari ini bukan dongeng pengantar tidur. Ini realita yang dialami ribuan orang Indonesia setiap tahunnya, terutama mereka yang sering beraktivitas di lingkungan lembap tanpa perlindungan memadai. Nyeker - atau berjalan tanpa alas kaki - di pasar tradisional memang sudah jadi budaya turun-temurun. Praktis, hemat, dan terasa lebih grounded dengan bumi.
Namun, di balik kepraktisan tersebut, tersembunyi ancaman serius yang sering diabaikan: leptospirosis. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira ini bukan sekadar penyakit biasa. Kalau terlambat ditangani, dampaknya bisa fatal. Yang lebih menyeramkan lagi, gejalanya sering menyamar seperti penyakit ringan lainnya.
Ketika Tikus Jadi Dalang Penyakit: Memahami Leptospirosis dari Dekat
Leptospirosis adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Leptospira, organisme mikroskopis yang hidup subur di lingkungan lembap. Bakteri ini disebarkan melalui urine hewan terinfeksi, terutama tikus, anjing, sapi, dan babi. Yang membuatnya berbahaya adalah kemampuannya bertahan hidup di air tawar, tanah lembap, bahkan lumpur dalam waktu berbulan-bulan.
Di Indonesia, leptospirosis kerap menjadi silent killer karena gejalanya yang menyerupai penyakit lain. Menurut data Kementerian Kesehatan, kasus leptospirosis meningkat signifikan saat musim hujan, terutama di daerah padat penduduk dengan sanitasi kurang memadai. Ironisnya, kebanyakan korban tidak menyadari tertular hingga kondisinya sudah parah.
Proses penularan leptospirosis terjadi ketika bakteri masuk ke tubuh melalui luka terbuka, selaput lendir mata, hidung, atau mulut. Kontak langsung dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan terinfeksi menjadi jalan utama penularan. Inilah mengapa aktivitas nyeker di pasar tradisional, terutama saat musim hujan, berisiko tinggi terhadap infeksi ini.
Gejala yang Menyamar: Ketika Leptospirosis Berpura-pura Jadi Flu
Yang membuat leptospirosis sangat berbahaya adalah kemampuannya menyamar sebagai penyakit ringan. Gejala awal mirip dengan flu biasa: demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri otot (terutama di betis), mual, dan muntah. Banyak penderita yang mengira hanya kelelahan atau masuk angin biasa.
Namun, setelah 3-7 hari, gejala mulai menunjukkan wajah aslinya. Mata dan kulit mulai menguning seperti penyakit kuning, urine berwarna gelap, bahkan bisa disertai perdarahan. Nyeri otot betis menjadi sangat khas pada leptospirosis - rasanya seperti otot ditarik-tarik tanpa henti.
Yang lebih mengkhawatirkan, jika tidak ditangani dengan tepat, leptospirosis bisa berkembang menjadi komplikasi serius. Kerusakan ginjal, hati, bahkan kegagalan organ multiple bisa terjadi. Sindrom Weil, bentuk parah leptospirosis, memiliki tingkat mortalitas yang tinggi jika terlambat mendapat penanganan medis.
Pasar Tradisional: Surga Tersembunyi Bakteri Leptospira
Pasar tradisional memang jadi ekosistem yang kompleks. Kesibukan, keramaian, dan kondisi lingkungan yang lembap menciptakan habitat ideal bagi bakteri Leptospira. Air bekas cucian sayuran, genangan air hujan, bahkan kotoran hewan yang tidak terlihat mata telanjang bisa menjadi sumber kontaminasi.
Kebiasaan nyeker di pasar tradisional sebenarnya punya alasan logis. Lantai pasar yang basah dan berlumpur membuat alas kaki cepat kotor dan licin. Pedagang merasa lebih praktis dan aman berjalan tanpa sepatu. Sayangnya, kebiasaan ini justru membuka pintu bagi bakteri Leptospira untuk masuk ke tubuh.
Kondisi ini diperparah dengan sistem drainase yang kurang memadai di banyak pasar tradisional. Air kotor menggenang, bercampur dengan sampah organik, dan menjadi media pertumbuhan ideal bagi berbagai bakteri pathogen. Tanpa disadari, setiap langkah kaki telanjang di atas lantai pasar bisa menjadi roulette Rusia versi mikrobiologi.
Tips dan Trik: Strategi Jitu Melawan Leptospirosis
Pertama, selalu gunakan alas kaki tertutup saat beraktivitas di area berisiko tinggi. Sepatu boot karet atau sandal tertutup bisa menjadi tameng pertama dari serangan bakteri Leptospira. Jangan lupa untuk membersihkan alas kaki dengan disinfektan setelah digunakan.
Kedua, praktikkan protokol kebersihan ketat setelah beraktivitas di pasar atau area lembap. Cuci tangan dan kaki dengan sabun antiseptik, bersihkan sela-sela jari, dan pastikan tidak ada luka terbuka yang terpapar. Jika ada luka, segera bersihkan dengan antiseptik dan tutup dengan plester kedap air.
Ketiga, waspadai gejala awal dan jangan tunda pemeriksaan medis. Jika mengalami demam tinggi, nyeri otot betis, dan sakit kepala setelah beraktivitas di area berisiko, segera konsultasi ke tenaga kesehatan. Diagnosis dini dan pengobatan antibiotik yang tepat bisa mencegah komplikasi serius.
Keempat, tingkatkan imunitas tubuh dengan pola hidup sehat. Konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, dan olahraga teratur bisa membantu tubuh melawan infeksi bakteri. Ingat, tubuh yang sehat adalah benteng terbaik melawan penyakit.
"Kesehatan itu seperti password - kita baru sadar pentingnya setelah kehilangan. Bedanya, password bisa direset, kesehatan kadang nggak bisa."
Hidup memang penuh dengan risiko tersembunyi yang tidak kita sadari. Kadang, yang paling berbahaya justru hal-hal sepele yang kita anggap biasa. Nyeker di pasar mungkin terasa praktis dan sudah jadi kebiasaan turun-temurun, tapi kesehatan kita tidak bisa ditawar dengan kepraktisan. Mari kita mulai peduli dengan kesehatan preventif, bukan hanya pengobatan kuratif. Karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati, dan kesehatan adalah investasi terbaik untuk masa depan. Wallahu a'lam...
Arda Dinata, adalah Blogger, Peneliti, Penulis Buku dan Pendiri Majelis Inspirasi MIQRA Indonesia.
Daftar Pustaka:
- Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Leptospirosis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2017.
- Haake DA, Levett PN. Leptospirosis in humans. Curr Top Microbiol Immunol. 2015;387:65-97.
- Adler B, de la Peña Moctezuma A. Leptospira and leptospirosis. Vet Microbiol. 2010;140(3-4):287-296.
- WHO. Human leptospirosis: guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva: World Health Organization; 2003.
Baca Juga
Jangan ragu untuk memberikan komentar di bawah ini dan mengikuti kami di saluran WhatsApp "ProduktifMenulis.com (Group)" dengan klik link ini: WhatsApp ProduktifMenulis.com (Group) untuk mendapatkan info terbaru dari website ini.
Arda Dinata adalah Penulis di Berbagai Media Online dan Penulis Buku, Aktivitas Kesehariannya Membaca dan Menulis, Tinggal di Pangandaran - Jawa Barat.