Baca Juga
"Setiap anak yang menyentuh rokok pertama kali adalah kemenangan bagi industri tembakau, dan kekalahan bagi masa depan bangsa." (Sumber foto: istimewa).
Oleh: Arda Dinata
REFERENSI SANITARIAN - Indonesia duduk di peringkat 5 dunia dengan perokok terbanyak. Industri tembakau berhasil menjerat 70 juta warga, termasuk 3 juta anak-anak.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025: Indonesia Peringkat 5 Dunia Jumlah Perokok, Bagaimana Menghadapinya? #HariTanpaTembakauSedunia #StopMerokok #GenerasiSehatIndonesia #MelawanIndustriTembakau
"Setiap anak yang menyentuh rokok pertama kali adalah kemenangan bagi industri tembakau, dan kekalahan bagi masa depan bangsa."
Asap mengepul dari sebatang rokok di tangan Andi, siswa SMA berusia 16 tahun di Jakarta Timur. Matanya menatap kosong ke arah langit sore yang mendung. "Pertama kali nyoba pas kelas 1 SMP, teman-teman bilang kalau nggak merokok, nggak keren," ujarnya sambil menghisap dalam-dalam. Andi tidak menyadari bahwa dirinya sudah menjadi bagian dari 70 juta perokok aktif di Indonesia yang menjadikan negara ini menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah perokok terbanyak.
Fenomena yang dialami Andi bukan sekadar cerita personal. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan mencatat bahwa 7,4% perokok Indonesia berusia 10-18 tahun. Artinya, sekitar 3 juta anak dan remaja Indonesia sudah terjerat dalam cengkeraman industri tembakau.
Menjelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada 31 Mei 2025, WHO mengangkat tema "Unmasking the Appeal: Exposing Industry Tactics on Tobacco". Tema ini seolah menjadi tamparan keras bagi Indonesia yang diproyeksikan WHO akan memiliki 38,7% penduduk perokok pada 2025, naik dari 28,62% pada 2023.
Dr. Widyastuti Soerojo, peneliti dari Pusat Kajian Tembakau Universitas Indonesia, menggelengkan kepala ketika mendengar angka tersebut. "Industri tembakau di Indonesia sangat cerdik dalam memasarkan produknya. Mereka menggunakan strategi pemasaran yang menyasar emosi dan identitas sosial, terutama pada kalangan muda," jelasnya dengan nada prihatin.
Strategi yang dimaksud Dr. Widyastuti memang tidak main-main. Mulai dari iklan rokok yang dikemas sedemikian rupa dengan nuansa persahabatan, kebebasan, hingga kejantanan, sampai sponsorship berbagai event musik dan olahraga yang digemari anak muda. Belum lagi kemasan rokok yang dibuat menarik dengan berbagai varian rasa dan aroma.
Namun di balik kemasan manis tersebut, tersimpan realitas pahit. Rokok menjadi penyebab kematian sekitar 8 juta orang per tahun di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, data Kementerian Kesehatan mencatat bahwa penyakit akibat rokok telah menelan korban jiwa hingga 230 ribu orang per tahun.
Pak Sutrisno, pedagang rokok di Pasar Tanah Abang, Jakarta, mengaku dilema dengan profesinya. "Saya tahu rokok berbahaya, tapi ini mata pencaharian saya selama 20 tahun. Kalau tidak jualan rokok, mau makan apa keluarga saya?" ujarnya dengan wajah lelah. Dilema Pak Sutrisno menggambarkan kompleksitas persoalan tembakau di Indonesia yang tidak hanya soal kesehatan, tapi juga ekonomi dan sosial.
Sektor tembakau memang menyerap jutaan tenaga kerja di Indonesia, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik rokok, hingga pedagang eceran. Namun, ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Lincolin Arsyad, mengingatkan bahwa dampak ekonomi negatif dari rokok jauh lebih besar. "Biaya kesehatan yang harus ditanggung negara akibat penyakit terkait rokok mencapai Rp 600 triliun per tahun, sementara penerimaan cukai rokok hanya sekitar Rp 180 triliun," paparnya.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya pengendalian tembakau. Mulai dari kenaikan cukai rokok, pembatasan iklan, hingga penetapan kawasan tanpa rokok di berbagai tempat. Namun, upaya tersebut belum mampu menekan angka perokok secara signifikan.
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Cut Putri Arianie, mengakui bahwa tantangan pengendalian tembakau di Indonesia sangat kompleks. "Selain faktor ekonomi, ada juga faktor budaya dan sosial yang membuat rokok dianggap normal dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Menariknya, WHO memuji gebrakan berani Indonesia dalam hal kemasan standar rokok yang mulai diterapkan pada 2025. Kebijakan ini mengharuskan semua produk tembakau menggunakan kemasan polos tanpa logo menarik, dengan peringatan kesehatan yang lebih besar dan mencolok.
Namun, apakah cukup? Pengalaman dari Australia dan Inggris yang telah menerapkan plain packaging menunjukkan penurunan daya tarik rokok, terutama di kalangan muda. Namun, dampaknya baru terlihat setelah beberapa tahun implementasi.
Di sisi lain, gerakan anti-rokok juga mulai menguat di berbagai kalangan. Komunitas "Indonesia Bebas Asap Rokok" yang didirikan oleh para survivor kanker paru-paru terus mengkampanyekan bahaya rokok melalui berbagai cara kreatif, mulai dari media sosial hingga pertunjukan seni.
Sari, seorang survivor kanker paru-paru yang kini aktif dalam komunitas tersebut, berbagi pengalamannya. "Saya perokok selama 25 tahun. Ketika divonis kanker stadium 3, saya baru sadar betapa bodohnya saya. Sekarang saya ingin menyelamatkan orang lain dari nasib yang sama," ceritanya dengan mata berkaca-kaca.
Persoalan tembakau di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari konteks global. WHO melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) terus mendorong negara-negara untuk menerapkan kebijakan pengendalian tembakau yang lebih ketat. Namun, Indonesia masih belum meratifikasi konvensi tersebut, menjadikannya satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum bergabung.
Resistensi terhadap ratifikasi FCTC sebagian besar datang dari argumen ekonomi. Industri tembakau dan kelompok yang berkepentingan terus menekankan bahwa sektor ini menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara.
Namun, studi terbaru dari Tobacco Control Research Group menunjukkan bahwa transisi ekonomi dari sektor tembakau ke sektor lain sangat mungkin dilakukan. "Lahan tembakau bisa dialihfungsikan untuk tanaman pangan atau hortikultura yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan," jelas peneliti utama studi tersebut, Dr. Hasbullah Thabrany.
Kembali ke kisah Andi, remaja 16 tahun yang masih setia dengan rokoknya. Ketika ditanya tentang cita-citanya, matanya berbinar. "Saya ingin jadi dokter, membantu orang-orang yang sakit," ujarnya dengan semangat. Ironi yang memilukan, di satu sisi Andi bermimpi menyembuhkan orang, di sisi lain dia terus meracuni dirinya sendiri dengan rokok.
Kondisi Andi menggambarkan betapa berhasilnya industri tembakau dalam menciptakan kontradiksi di benak generasi muda. Mereka berhasil membuat rokok tampak sebagai simbol kebebasan dan kedewasaan, padahal justru menjebak anak-anak dalam ketergantungan yang sulit diputus.
Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, menjelaskan fenomena ini sebagai hasil dari marketing psychology yang canggih. "Industri tembakau menggunakan prinsip-prinsip psikologi untuk menciptakan persepsi positif terhadap rokok. Mereka tahu betul bahwa masa remaja adalah periode pencarian identitas yang paling rentan," paparnya.
Menyikapi kondisi ini, berbagai pihak mulai bergerak. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana memasukkan materi bahaya rokok secara lebih komprehensif dalam kurikulum sekolah. Sementara itu, Kementerian Kesehatan terus mengintensifkan kampanye edukasi melalui berbagai media.
Namun, upaya pemerintah saja tidak cukup. Diperlukan gerakan masif dari seluruh lapisan masyarakat untuk memutus mata rantai industri tembakau. Keluarga, sekolah, komunitas, dan media massa harus bersinergi menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi penyebaran rokok.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025 menjadi momentum penting untuk mengingatkan kita semua bahwa perang melawan industri tembakau adalah perang untuk masa depan generasi bangsa. Setiap hari yang kita lewatkan tanpa tindakan nyata, semakin banyak anak-anak Indonesia yang terjerat dalam cengkeraman industri yang telah terbukti merusak kesehatan dan masa depan.
Pertarungan ini bukan hanya soal angka statistik atau kebijakan pemerintah. Ini adalah pertarungan untuk hati dan pikiran generasi muda Indonesia. Sebuah pertarungan yang tidak boleh kita kalah.
"Masa depan bangsa tidak akan pernah cerah jika dibangun di atas abu rokok dan napas yang tercemar. Saatnya kita bangkit, tidak hanya untuk diri kita sendiri, tapi untuk anak-anak yang masih bermimpi menjadi apa pun yang mereka inginkan, tanpa terjerat dalam belenggu ketergantungan."
Wallahu a'lam...
Arda Dinata, adalah Blogger, Peneliti, Penulis Buku dan Pendiri Majelis Inspirasi MIQRA Indonesia.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2023). Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang merokok tembakau selama sebulan terakhir menurut provinsi. BPS Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas. (2024, November 14). World No Tobacco Day 2025: Mengungkap daya tarik terselubung industri tembakau. Retrieved from https://dinkes.kapuaskab.go.id/web/world-no-tobacco-day-2025-mengungkap-daya-tarik-terselubung-industri-tembakau/
Kementerian Kesehatan RI. (2024). Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Jakarta: Kemenkes RI.
Komnas Pengendalian Tembakau. (2024, Mei 31). Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024: Industri rokok sukses membuat 3 juta lebih anak Indonesia menjadi perokok. ProTC. Retrieved from https://protc.id/
World Health Organization. (2024). Global Adult Tobacco Survey Indonesia 2021. WHO Indonesia.
World Health Organization. (2025, Mei 30). World No Tobacco Day 2025: WHO hails Indonesia's bold reforms, calls for decisive action on standardized packaging. WHO Indonesia. Retrieved from https://www.who.int/indonesia/
***
Dapatkan Informasi tentang: REFERENSI DUNIA SANITARIAN & KESEHATAN LINGKUNGAN (Kesehatan lingkungan, dasar keslling, hyperkes, lingkungan fisik, sampah, rumah sehat, promkes, profesi sanitarian, sanitai makanan, sanitasi tempat umum, vektor penyakit dan binatang pengganggu) hanya di: https://www.referensi.insanitarian.com/
Jangan ragu untuk memberikan komentar di bawah ini dan mengikuti kami di saluran WhatsApp "ProduktifMenulis.com (Group)" dengan klik link ini: WhatsApp ProduktifMenulis.com (Group) untuk mendapatkan info terbaru dari website ini.
Arda Dinata adalah Sanitarian Ahli & Penanggung Jawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Tinggal di Pangandaran - Jawa Barat.www.ArdaDinata.com: | Share, Reference & Education |